“Allah menyembunyikan kekasihNya di antara manusia”, ujar ‘Umar ibn Al Khaththab, “Sebagaimana Dia menyembunyikan Lailatul Qadr di antara malam-malam bulan Ramadhan.” Semua malam bulan Ramadhan memang istimewa. Tapi yang paling dahsyat adalah hadirnya yang rahasia, yang hanya dikenali dari tanda-tanda yang tak seorangpun mudah memastikannya.
Salim A Fillah
Sumber : https://alquranmulia.wordpress.com/
Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Qadr (Kemuliaan)
Surat Makkiyyah; Surat ke 97: 5 ayat
“1. Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
2. dan tahukah kamu Apakah malam
kemuliaan itu?
3. malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4. pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan.
5. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (al-Qadr:
1-5)
Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Dia menurunkan al-Qur’an
pada waktu Lailatul Qadar, yaitu satu malam yang penuh berkah, yang oleh Allah
difirmankan: innaa anzalnaaHu fii lailatim mubaarakatin (“Sesungguhnya
Kami telah menurunkan al-Qur’an pada malam yang penuh berkah.”) (ad-Dukhaan: 3)
dan itulah malam al-Qadr, yang ada pada bulan Ramadhan, sebagaimana difirmankan
Allah: syaHru ramadlaanal ladzii unzila fiiHil qur-aan (“Bulan Ramadlan, bulan
yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an.” (al-Baqarah: 185) Ibnu ‘Abbas dan juga
yang lainnya mengatakan: “Allah menurunkan al-Qur’an itu sekaligus [30 juz],
dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Kemudian diturunkan
secara bertahab, sesuai konteks realitasnya dalam kurun waktu dua
puluh tiga tahun, kepada Rasulullah saw.
Selanjutnya dengan mengagungkan keberadaan lailatul Qadr yang
Dia khususkan dengan penurunan al-Qur’an al-‘Adziim padanya, Allah berfirman:
wa maa adraaka maa lailatul qadri lailatul qadri khairum min alfi syaHrin (“Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan.”) ketika malam kemuliaan itu menyerupai ibadah selama seribu
bulan, maka ditegaskan di dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah saw. Bersabda: “Barang siapa yang bangun untuk mendirikan shalat
pada malam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan pengharapan akan pahala,
maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosanya yang telah lalu.”
Dan firman Allah Ta’ala: tanazzalul malaa-ikatu warruuhu
fiiHaa bi-idzni rabbiHim ming kulli amrin (“Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur
segala urusan.”) yakni banyak turunnya malaikat pada malam ini karena
banyaknya berkah yang terdapat padanya. Dan para malaikat itu turun
bersamaan dengan turunnya berkah, sebagaimana mereka senang untuk turun saat
al-Qur’an dibaca. Selain itu, para malaikat ini akan mengelilingi
halaqah-halaqah dzikir [majelis ilmu] dan meletakkan sayap mereka bagi pencari
ilmu dengan penuh kejujuran, sebagai bentuk penghormatan terhadapnya. Sedangkan
mengenai ruh, telah dijelaskan sebelumnya di surat an-Naba’ ayat 38. wallaaHu a’lam.
Firman Allah: ming kulli amrin (“Untuk mengatur segala
urusan.”) Mujahid mengatakan: “Malam kesejahteraan untuk mengatur semua
urusan.” Sedangkan Sa’id bin Manshur berkata: “Isa bin Yunus memberitahu kami,
al-A’masy memberitahu kami, dari Mujahid, mengenai firman-Nya: salaamun Hiya
(“Malam itu penuh kesejahteraan”) dia mengatakan: ‘Ia aman, dimana waktu
itu syaitan tidak dapat melakukan kejahatan atau melancarkan gangguan.’”
Sedangkan Qatadah dan lain-lain mengatakan: “Pada waktu itu semua urusan diputuskan,
berbagai ajal dan rizki juga ditetapkan, sebagaimana yang difirmankan Allah
Ta’ala: fiiHaa yufraqu kullu amrin hakiim (“Pada malam itu dijelaskan segala
urusan yang penuh hikmah.”)(ad-Dukhaan: 4)
Para ulama berbeda pendapat, apakah Lailatul Qadr itu
terdapat pada umat-umat terdahulu ataukah ia merupakan keistimewaan bagi umat
ini. Dalam hal ini ada dua pendapat: Abu Mush’ab Ahmad bin Abi Bakar az-Zuhri
mengatakan, Malik memberitahu kami bahwasannya pernah disampaikan kepadanya
bahwa Rasulullah saw. pernah diperlihatkan kepada beliau umur-umur manusia
sebelumnya atau apa saja yang dikehendaki Allah mengenai hal tersebut,
seakan-akan umur umat beliau ini terlalu pendek untuk bisa mencapai amal
yang telah dicapai oleh umat lainnya dalam hal panjang umur. Kemudian Allah
memberinya Lailatul Qadr yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Dan telah
disandarkan pula dari sisi lain. Dan apa yang dikemukakan oleh Malik ini
masih memerlukan pengkhususan umat ini pada Lailatul qadr tersebut. Dan telah dinukil
oleh salah seorang imam penganut faham asy-Syafi’i dari jumhur ulama. wallaaHu
a’lam. Dan al-Khuthabi meriwayatkan ijma’ padanya dan dinukil oleh ar-Radhi
secara tegas dari pendapat tersebut. Dan yang ditunjukkan oleh hadits, bahwa
Lailatul Qadr itu juga terdapat pada umat-umat terdahulu seperti umat sekarang
ini.
Ada juga yang berpendapat bahwa lailatul qadr itu terdapat
pada malam keduapuluh satu. Yang demikian itu didasarkan pada hadits Abu Sa’id
al-Khudri, dia berkata: “Rasulullah saw. beriktikaf pada sepuluh pertama dari
bulan Ramadhan. Dan kami juga pernah beriktikaf bersama beliau, lalu Jibril
mendatangi beliau seraya berkata: ‘Sesungguhnya apa yang engkau minta sudah ada
di depanmu.’ Kemudian Nabi saw. berdiri untuk menyampaikan khutbah pada pagi hari
ke duapuluh dari bulan Ramadlan seraya berucap: ‘Barangsiapa yang beriktikaf
bersamaku maka hendaklah dia pulang kembali, karena sesungguhnya aku telah
melihat Lailatul Qadr. Dan sesungguhnya aku melupakannya, dan sesungguhnya ia
ada pada sepuluh terakhir pada malam ganjil. Dan aku melihat seakan-akan aku
bersujud di tanah dan air.’ Dan pada waktu itu atap masjid masih
berupa pelepah kurma dan kami tidak bisa melihat sesuatu di langit.
Lalu Lailatul Qadr itu datang secara tiba-tiba sehingga hujan turun menyiram
kami. Selanjutnya, Nabi saw. mengerjakan shalat bersama kami sehingga aku
melihat bekas tanah dan air pada dahi Rasulullah saw. sebagai bentuk
pembenaran mimpi beliau.
Dan dalam sebuah lafazh disebutkan; yaitu pada pagi hari
keduapuluh satu. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab
ash-Shahihain. Asy-Syafi’i mengatakan: “Dan hadits ini merupakan riwayat yang
paling shahih dari riwayat-riwayat mengenai hal ini.” Dan ada juga yang
mengatakan: “Malam keduapuluh tiga.” Yang demikian itu didasarkan pada hadits
‘Abdullah bin Unais di dalam kitab Shahih Muslim, yang siyaq [redaksi]nya
berdekatan dengan riwayat Abu Sa’id. wallaHu a’lam. Dan ada juga yang
mengatakan: “Malam keduapuluh lima.” Hal ini didasarkan pada hadits yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Abbas bahwa Rasulullah saw.
pernah bersabda: “Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh terakhir di bulan
Ramadlan, pada sembilan hari yang tersisa, pada tujuh hari yang tersisa dan
pada lima hari yang tersisa.” Banyak orang yang menafsirkannya sebagai
malam-malam ganjil. Dan yang ini lebih jelas dan lebih populer. Ulama lain
membawanya kepada malam-malam genap, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim
dari Abu Sa’id di dalam kitab shahihnya bahwa dia membawanya pada hal tersebut.
wallaaHu a’lam.
Dan ada juga yang berpendapat bahwa lailatul qadr itu jatuh
pada malam keduapuluh tujuh. Hal tersebut didasarkan pada hadits Muslim di
dalam shahihnya dari Ubay bin Ka’ab, dari Rasulullah saw. bahwasannya ia adalah
malam keduapuluh tujuh. Selain itu, ada juga yang menyatakan bahwa lailatul
qadr itu ada pada malam keduapuluh sembilan. Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan
dari ‘Ubadah bin ash-Shamit bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah saw.
mengenai Lailatul Qadr, lalu Rasulullah saw. bersabda: “Pada bulan Ramadlan,
carilah ia [lailatul qadr] pada malam sepuluh terakhir, karena ia adalah malam
ganjil; malam keduapuluh satu, atau keduapuluh tiga, atau keduapuluh lima, atau
keduapuluh tujuh, atau keduapuluh sembilan, atau pada malam terakhir.”
Imam Syafi’i –mengenai riwayat-riwayat ini- mengatakan:
“Pernah terlontar jawaban dari Nabi saw. bagi seorang penanya ketika ditanya
kepada beliau: ‘Apakah kami harus mencari malam qadr itu pada malam tertentu?’
beliau menjawab: ‘Benar.’ Sesungguhnya lailatul qadr itu merupakan malam
tertentu yang tidak akan berpindah.’” Dinukil oleh at-Tirmidzi darinya
sekaligus pengertiannya. Dan diriwayatkan dari Abu Qilabah bahwasannya
dia pernah berkata: “Lailatul Qadr itu berpindah-pindah pada sepuluh malam terakhir.”
Dan inilah yang diriwayatkan dari Abu Qilabah yang dinash-kan padanya
oleh Malik, ats-Tsauri, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahwaih, Abu Tsaur,
al-Muzani, Abu Bakar bin Khuzaimah, dan lain-lain. Dan juga diriwayatkan dari
asy-Syafi’i yang dinukil oleh al-Qadhi. Dan inilah yang mirip. wallaaHu a’lam.
Pendapat ini disandarkan pada hadits di dalam kitab
ash-Shahihain dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwasannya ada beberapa orang dari
sahabat Nabi diperlihatkan Lailatul Qadr melalui mimpi pada malam
keduapuluh tujuh dari bulan Ramadlan. Lalu Nabi saw. bersabda: “Aku
melihat mimpi kalian itu telah terjadi pada malam tujuh terakhir. Oleh karena
itu, barangsiapa yang ingin memperolehnya maka hendaklah dia mengejarnya pada
tujuh malam terakhir.”
Dan disunahkan untuk memperbanyak doa di sepanjang waktu dan
di bulan Ramadlan, perbanyaklah pada sepuluh malam terakhir di bulan yang sama,
kemudian pada malam-malam ganjil. Dan yang disunahkan dalam doa ini adalah
membaca doa berikut: allaaHumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwaa fa’fu ‘annii
(“Ya Allah sesungguhnya Engkau Mahapemaaf yang menyukai maaf, karenanya
berikanlah maaf kepdaku.”)
Dan diriwayat pula oleh at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu
Majah serta al-Hakim di dalam Mustadraknya, dan dia mengatakan: “Hadits ini
shahih dengan syarat Syaikhani [al-Bukhari dan Muslim] dan juga diriwayatkan
oleh an-Nasa-i.
sumber dari : http://universologi.blogspot.co.id/ (catatan Kajian Rutin di Masjid Agung Darussalam Purbalingga)
Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan
ke-1)
Nama surat ini adalah Al-Qadr yang
diambil dari ayat pertama surat ini, innaa anzalnaahu fii lailatilqadr.
Disebut juga dengan surat Lailatul Qadr, menurut Al-Jassas dalam
kitab Ahkamul Qur’an.
Adapun asbabun nuzul (sebab
turunnya) dari surat ini ada beberapa hadits yang menerangkannya. Akan tetapi,
menurut penjelasan Ustadz Abdullah Zaen hadits tersebut adalah bernilai dha’if(lemah).
Imam Baihaqi meriwayatkan dalam
Sunan Al-Kubra, dari Mujahid bahwa Rasulullah bercerita tentang seseorang
dari Bani Israil yang berperang di jalan Allah selama 1000 bulan, maka kemudian
Allah turunkan surat Al-Qadr”. (Mujahid adalah seorang tabi’in, tidak bertemu
Nabi, hadits ini mursal).
Riwayat lain dari Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari
dalam Tafsir Ath-Thabari, dari Mujahid bahwa Rasulullah bercerita ada
seseorang dari Bani Israil yang setiap hari selalu bangun shalat malam sampai
fajar, kemudian setelah shubuh ia berperang di jalan Allah hingga sore. Hal ini
terus dilakukan setiap hari selama 1000 bulan, kemudian Allah menurunkan surat
ini”. (Berdasarkan keterangan Ustadz, hadits ini dha’if jiddan (sangat
lemah), karena ada satu perawi yang tertuduh berdusta, yaitu Ibnu Humaid).
Surat Al-Qadr ini termasuk dalam surat-surat Al-Mufashshal, yakni
surat yang tidak ada dalam kitab suci yang lain.
Kemudian di dalam Tafsir
Al-Baidhawi disebutkan bahwa keutamaan membaca surat Al-Qadr seperti puasa
ramadhan dan mendapatkan malam lailatul qadr. Menurut Imam Al-Munawi hadits ini
palsu.
Ulama berbeda pendapat apakah
surat Al-Qadr termasuk dalam surat-surat makkiyah atau madaniyah. Sebagian
ulama ada yang mengatakan makkiyah, sebagian lagi ada yang mengatakan
madaniyah. Jumlah ayat dalam surat ini adalah lima ayat.
Makkiyah adalah surat-surat
yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Sedangkanmadaniyah adalah
surat-surat yang diturunkan setelah Nabi hijrah ke Madinah.
Isi kandungan surat Al-Qadr:
Tentang keistimewaan Al-Qur’an
Keutamaan malam lailatul qadr
Turunnya para malaikat ke muka
bumi sebagai tanda banyaknya rahmat
Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan
ke-2)
Ayat 1 yang berbunyi innaa
anzalnaahu fii lailatil qadr, artinya: Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan (lailatul qadr).
Mengapa pada ayat pertama ini
Allah menggunakan kata ganti “Kami”?
Untuk menunjukkan besarnya
keagungan Allah dengan segala penciptaan, perbendaharaan, dan malaikat-malaikat
yang tunduk kepada-Nya
Apa yang akan Allah turunkan
adalah sesuatu yang besar (Al-Qur’an)
Al-Qur’an turun melalui dua
proses. Hal ini dijelaskan oleh Abdullah bin Abbas dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dan Imam Adz-Dzahabi, hadits ini dinilai shahih
oleh Imam Hakim.
Turun secara total ke langit
dunia (langit pertama) di malam lailatul qadr
Dari langit dunia turun secara
berangsur-angsur kepada Rasulullah sebagai wahyu sesuai dengan peristiwa,
situasi, dan kondisi pada saat itu.
Penjelasan:
Al-Qur’an diturunkan secara total dari lauhil mahfuzh ke
langit dunia (langit pertama). Tempat diturunkannya Al-Qur’an disebut Baitul
‘izzah di langit pertama. Hikmah diturunkan secara total:
Menunjukkan keagungan Al-Qur’an
Menunjukkan telah diturunkannya
kitab suci yang terakhir sekaligus memberi tahu penghuni langit
Satu-satunya kitab suci yang
dijamin keasliannya hingga hari kiamat
Al-Qur’an diturunkan secara
bertahap dari langit dunia kepada Nabi melalui perantara malaikat Jibril.
Hal ini seperti terdapat dalam surat Al-Isra’ ayat 106 yang artinya: Dan
Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.
Adapun hikmahnya seperti yang
tercantum dalam surat Al-Furqan ayat 32 yang artinya:Berkatalah orang-orang
yang kafir, "Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun
saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacanya secara tartil (teratur dan benar).
Hikmah lainnya mengapa Al-Qur’an
diturunkan secara bertahap kepada Nabi, yaitu untuk meneguhkan hati Nabi dalam
menghadapi berbagai tantangan dakwah. Selain itu, untuk menurunkan syariat
Islam juga dengan proses yang bertahap, tidak langsung semua syariat turun.
Dalam memperbaiki akidah, akhlak, dan moral masyarakat jahiliyah juga
diperlukan proses yang bertahap karena itulah Al-Qur’an juga turun secara
bertahap sesuai dengan kondisi pada saat itu. Sebab, untuk meninggalkan
kebiasaan jahiliyah menuju peradaban Islami dibutuhkan proses secara bertahap.
Ummul Mukminin ‘Aisyah mengatakan
bahwa Al-Qur’an pertama kali diturunkan berbicara tentang surga-neraka
(akidah). Selama 13 tahun di Makkah lebih ditekankan kepada tauhid, setelah di
Madinah Al-Qur’an lebih banyak turun berkaitan dengan hukum halal-haram
(masalah syariat/fiqih). Karena kalau seandainya Al-Qur’an yang pertama kali
diturunkan berbicara tentang ayat-ayat khamr (hukum halal-haram), niscaya
orang-orang akan lari dan tidak akan tertarik. Andaikata di awal-awal Al-Qur’an
turun mengharamkan zina, pasti mereka akan mengatakan tidak akan meninggalkan
zina untuk selama-lamanya.
Salah satu contoh menarik adalah
tahap pengharaman khamr, dimana Al-Qur’an tidak langsung mengharamkannya,
tetapi melalui beberapa proses bijak yang hasilnya sangat mengagumkan.
Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan ke-3)
Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan ke-3)
Ayat kedua wa maa adraa
kamaa lailatul qadr yang artinya: Dan tahukah kamu (Muhammad)
apakah malam lailatul qadr itu?
Pada ayat kedua diawali dengan
sebuah pertanyaan. Hal ini untuk menarik perhatian orang-orang. Di samping itu,
juga mengandung hikmah bahwa salah satu metode pengajaran yang baik adalah
menggunakan pertanyaan. Oleh karena itu, seorang guru perlu mengajukan sebuah
pertanyaan kepada para muridnya agar lebih aktif dan terlibat dalam proses
pelajaran. Bahkan, ketika pelajaran sedang berlangsung, metode pertanyaan juga
perlu diterapkan untuk menghindari kejenuhan. Dengan kata lain, guru yang baik
adalah guru yang mampu menarik perhatian para muridnya, salah satu metodenya
adalah dengan tanya jawab.
Selain hikmah tersebut, ayat ini
menggunakan kalimat pertanyaan karena apa yang akan dijelaskan adalah suatu
perkara yang besar dan sangat istimewa. Sehingga perlu mengawalinya dengan
sebuah pertanyaan yang menggelitik kesadaran kaum mukminin.
Ayat ketiga lailatul qadri
khairum min alfi syahr yang artinya: Malam lailatul qadr itu lebih
baik dari seribu bulan.
Lebih utama atau lebih baik dalam
hal apakah malam lailatul qadr itu dibanding dengan seribu bulan? Pendapat yang
lebih shahih adalah seperti yang terdapat dalam Tafsir Ath-Thabari yang ditulis
oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari (Imam para ahli tafsir Al-Qur’an) dan diikuti
oleh Imam Ibnu Katsir, bahwa malam lailatul qadr lebih baik dari seribu bulan
dalam hal keutamaan pahala (rahmat). Artinya, keutamaan pahala ibadah yang
Allah berikan pada malam lailatul qadr jauh lebih besar dibandingkan amalan ibadah
selama seribu bulan, yakni 83 tahun 4 bulan.
Malam lailatul qadr merupakan
keistimewaan tersendiri bagi umat Nabi Muhammadshallallahu’alaihi wasallam yang
tidak diberikan kepada umat-umat nabi yang lain. Karena memang usia umat Nabi
Muhammad lebih pendek dibanding umat-umat sebelum Nabi Muhammad. Seperti yang
disabdakan oleh Rasulullah bahwa usia umatku antara 60 sampai 70 tahun, dan
sangat sedkit yang melebihi usia itu. Oleh karena itulah, Allah memberikan
keistimewaan dengan lailatul qadr, yang apabila beribadah pada malam itu, maka
pahalanya bahkan lebih baik dari seribu bulan (83 tahun 4 bulan). Dan ini
berlangsung setiap tahun di bulan Ramadhan.
Secara bahasa, kata “qadr”
memiliki dua makna, yaitu: takdir dan kemuliaan. Kalau disambung dengan lailatul,
sehingga menjadi lailatul qadr, bisa bermakna malam takdir atau malam
kemuliaan.
Banyak hadits yang membicarakan
tentang keutamaan malam lailatul qadr, salah satunya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang mendirikan shalat pada malam lailatul qadr dengan iman dan mengharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.
Kemudian dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi mengatakan ada satu malam di bulan
Ramadhan (lailatul qadr) yang barangsiapa tidak mendapatkannya, maka dia telah
terhalang dari semua kebaikan. Hal ini menunjukkan betapa agungnya malam
lailatul qadr, sehingga jika ada seorang muslim yang menyia-nyiakan atau tidak
mendapatkan malam tersebut, maka sungguh ia telah mengalami kerugian yang amat
besar, sampai-sampai Nabi mengatakan orang tersebut terhalang dari semua
kebaikan.
Lalu kapankah tepatnya peristiwa
malam lailatul qadr itu? Kapan timing-nya?
Imam Asy-Syaukani mengatakan ada
lebih dari 40 pendapat ulama yang membahas timing atau waktu
terjadinya malam lailatul qadr. Akan tetapi, Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa
jumhur ulama (ijma’ kaum muslimin) berpendapat bahwa waktu terjadinya malam
lailatul qadr tidak lepas dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Ada
beberapa hadits yang menerangkan kapan waktu datangnya malam lailatul qadr.
Rasulullah bersabda, “Carilah
malam lailatul qadr pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Rasulullah bersabda, “Carilah
malam lailatul qadr di malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan
Ramadhan” (HR. Bukhari).
Dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari juga diceritakan bahwa pada zaman Nabi lailatul qadr pernah
jatuh pada malam yang ke-21, sehingga pada pagi harinya Nabi mengatakan semalam
lailatul qadr. Dalam hadits riwayat Imam Muslim juga dikisahkan pada zaman Nabi
malam lailatul qadr pernah terjadi pada malam yang ke-27. Dalam hadits yang
lain dijelaskan bahwa malam lailatul qadr berpeluang untuk
berpindah-pindah.
Hal ini mengandung arti bahwa
malam lailatul qadr tidak lepas dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan,
terutama pada malam-malam ganjil. Hanya saja setiap tahunnya berpeluang untuk
berpindah-pindah. Boleh jadi Ramadhan tahun ini malam ke-21, tahun berikutnya
malam ke-25, dan seterusnya. Jadi, peluang terbesar malam lailatul qadr ada
pada sepuluh malam terakhir di bulan ramadhan, khususnya pada malam-malam
ganjil, yakni malam ke-21, 23, 25, 27, 29. Semoga kita termasuk orang-orang
yang selalu mendapatkan malam lailatul qadr setiap tahunnya.
Adapun hikmah dirahasiakannya
malam lailatul qadr supaya amal yang kita lakukan lebih banyak dan agar Allah
mengetahui siapa yang serius dalam beribadah dan siapa yang bermalas-malasan.
Bayangkan seandainya malam lailatul qadr sudah diberi tahu waktunya, tentu
setelah kita beribadah malam itu, malam berikutnya kita menjadi malas karena
sudah merasa mendapatkan malam lailatul qadr.
Dan alangkah beruntungnya kaum
muslimin, karena Allah melalui lisan Nabi-Nya memberitakan bahwa malam lailatul
qadr terdapat pada sepuluh malam terkahir bulan Ramadhan, itu pun masih
diberitahu, yakni pada malam-malam yang ganjil. Alhamdulillahi rabbil
‘alamiin. Hikmah malam lailatul qadr ada pada sepuluh malam terakhir,
seperti yang sudah dijelaskan agar kita lebih giat dan serius dalam beribadah
dari awal hingga akhir Ramadhan. Andaikata malam lailatul qadr terdapat malam
sepuluh malam yang pertama, boleh jadi pada sepuluh malam berikutnya semangat
ibadah kaum muslimin akan mengendor.
Tanda-tanda malam lailatul qadr:
Pada saat malam lailatul qadr,
suasana sejuk, tidak terlalu panas juga tidak terlalu dingin. Malam lailatul
qadr adalah malam yang tenang (HR. Ibnu Khuzaimah).
Pagi harinya matahari terbit
terang kemerah-merahan, tetapi tidak menyilaukan dan panas tidak terlalu menyengat
(HR. Muslim).
Kiat Rasulullah agar mendapatkan
malam lailatul qadr:
Nabi menghidupkan seluruh malam
di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan beribadah. Dalam sebuah hadits
riwayat Imam Bukhari, dari ‘Aisyah berkata bahwa pada sepuluh malam terakhir di
bulan Ramadhan, beliau mengencangkan ikat pinggangnya (menghindari jimak),
menghidupkan seluruh malam, dan membangunkan keluarganya.
Nabi bila masuk sepuluh malam
terakhir di bulan Ramadhan, beliau tidak tidur, tetapi menghidupkan malamnya
dengan ibadah dan i’tikaf di masjid hingga fajar. Di dalam Shahihain di
sebutkan dari ‘Aisyah bahwa Nabi beri’tikaf di sepuluh terakhir bulan Ramadhan
hingga Allah mewafatkannya, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya.
Bersungguh-sungguh dalam beribadah
di sepuluh malam terakhir bulan ramadhan. Dalam hadits riwayat Imam Muslim,
disebutkan bahwa Rasulullah bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir yang
beliau tidak pernah bersungguh-sungguh di hari selainnya.
Banyak membaca doa seperti hadits
yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, dari ‘Aisyah bertanya kepada Nabi, “Bagaimana
jika aku mengetahui bahwa suatu malam adalah lailatul qadr, apa yang harus aku
baca di dalamnya?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah Allahumma innaka ‘afuwwun
tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang
menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku)”.
Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan
ke-4)
Penggalan pertama ayat yang
keempat berbunyi tanazzalul malaaikatu warruuhu fiihaamengandung makna: Pada
malam itu (lailatul qadr) malaikat-malaikat turun dan juga malaikat Jibril.
Dalam Tafsir Al-Qurthubi
dijelaskan bahwa pada malam lailatul qadr seluruh penghuni langit, yakni para
malaikat akan turun memenuhi bumi, bahkan malaikat-malaikat yang ada di sidratul
muntahajuga ikut turun. Betapa mulia dan penuh rahmat malam lailatul qadr.
Kenapa dalam ayat ini ada disebutkan Ar-Ruh (mayoritas ulama mengartikan Ar-Ruh yaitu malaikat Jibril) padahal sebelumnya telah disebutkan malaikat-malaikat? Menurut sebagian ulama, hal ini karena Allah ingin menonjolkan atau mengistimewakan malaikat Jibril dibanding malaikat-malaikat yang lain.
Kenapa dalam ayat ini ada disebutkan Ar-Ruh (mayoritas ulama mengartikan Ar-Ruh yaitu malaikat Jibril) padahal sebelumnya telah disebutkan malaikat-malaikat? Menurut sebagian ulama, hal ini karena Allah ingin menonjolkan atau mengistimewakan malaikat Jibril dibanding malaikat-malaikat yang lain.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad
yang dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani, disebutkan bahwa Rasulullah
bersabda, “Wahai umatku, aku melihat apa yang tidak kalian lihat, dan aku
mendengar apa yang tidak kalian dengar. Langit itu bersuara berderit-derit
seperti keberatan muatan, dan memang layak langit itu berderit-derit. Sebab,
setiap jarak empat jari (dari bumi ke langit) ada malaikat yang bersujud kepada
Allah.
Dalam hadits yang lain riwayat
Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani, dikatakan oleh Nabi bahwa
pada malam lailatul qadr malaikat yang turun jumlahnya jauh lebih banyak
daripada pasir yang ada di bumi. Para ulama menjelaskan salah satu tugas
malaikat-malaikat tersebut adalah untuk mengamini doa-doa kaum muslimin.
Maka dari itu, kita harus
berusaha dan bersemangat untuk menghidupkan malam di sepuluh hari terakhir
bulan Ramadahan dengan bermacam ibadah kepada Allah, agar kita mudah-mudahan
termasuk orang-orang yang akan mendapatkan berkah malam lailatul qadr. Dalam
sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Sa’id bin Musayyib
disebutkan bahwa barangsiapa yang mendirikan shalat maghrib dan isya secara
berjamaah, maka peluang untuk mendapatkan malam lailalatul qadr sangatlah
besar. Karenanya, jangan sampai kita ketinggalan dari shalat berjamaah di
masjid.
Menurut Imam Ibnu Katsir, ketika
malaikat turun di suatu tempat, maka sesungguhnya tempat itu sedang diliputi berkah
dan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.
Salah satu contoh tempat yang
akan dikelilingi dan dinaungi oleh para malaikat adalah seperti yang dijelaskan
dalam hadits riwayat Imam Muslim. Setiap orang yang berkumpul dalam suatu
majelis untuk mengingat Allah (majelis dzikir, majelis ilmu, majelis shalawat),
maka ia akan mendapatkan empat balasan sekaligus, yaitu:
Majelis tersebut akan dikelilingi
dan dinaungi malaikat-malaikat rahmat
Orang-orang yang berada dalam
majelis tersebut akan diliputi rahmat Allah
Ketenangan (sakinah) akan turun
kepada orang-orang tersebut
Nama orang-orang tersebut akan
disebut-sebut oleh Allah di sekeliling para malaikat yang hadir.
Kalau ada malaikat yang tidak mau
masuk di suatu tempat, itu pertanda bahwa di tempat tersebut tidak ada
keberkahan di dalamnya. Salah satu contohnya adalah rumah yang di dalamnya
terdapat anjing dan gambar. Dalam hadits riwayat Imam Muslim, diceritakan bahwa
ketika malaikat Jibril hendak mengunjungi Nabi, ada anak anjing yang masuk ke
kolong dipan rumah Nabi, maka Jibril pun tidak mau masuk. Keesokan harinya Nabi
bertanya pada Jibril, “Wahai Jibril, mengapa kemarin engkau tidak mau masuk ke
rumahku?” Jibril menjawab, “Kami para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang
di dalamnya ada anjing dan gambar.
Menurut penjelasan Ustadz
Abdullah Zaen, yang dimaksud dengan malaikat di sini adalah malaikat rahmat,
bukan malaikat pencatat amal atau malaikat maut. Karena malaikat pencatat amal
akan senantiasa mengikuti kita untuk mencatat amal perbuatan kita. Dan malaikat
maut akan melaksanakan tugasnya mencabut nyawa seseorang dimanapun tempatnya.
Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan
ke-5)
Penggalan
terakhir ayat keempat yang berbunyi bi idzni
rabbihim min kulli amr mengandung
arti:Dengan izin Tuhannya sambil membawa ketetapan (takdir) dari Allah.
Ayat ini berbicara mengenai sebab
turunnya para malaikat yang jumlahnya tidak terhitung. Secara lebih detail,
kata bi idzni rabbihim artinya adalah dengan izin
Tuhannya (Allah). Makna dari “izin” di sini adalah perintah dari Allah
kepada para malaikat. Sedangkan min kulli amr atau ketetapan di sini
maksudnya adalah takdir (qadar) atau ketetapan dari Allah. Maksud dari membawa
takdir di sini adalah takdir yang sifatnya tahunan, yakni peristiwa-peristiwa
yang akan terjadi di muka bumi satu tahun ke depan sudah Allah beritahukan dan
jelaskan kepada para malaikat di malam lailatul qadr.
Segala sesuatu di alam ini akan selalu tunduk kepada Allah, semua makhluk di alam semesta ini tunduk kepada perintah Allah. Salah satunya adalah makhluk Allah yang sangat istimewa, yakni matahari yang selalu tunduk dan patuh pada perintah Allah.
Segala sesuatu di alam ini akan selalu tunduk kepada Allah, semua makhluk di alam semesta ini tunduk kepada perintah Allah. Salah satunya adalah makhluk Allah yang sangat istimewa, yakni matahari yang selalu tunduk dan patuh pada perintah Allah.
Diceritakan dalam hadits riwayat
Imam Bukhari bahwa pada zaman dulu ada seorang Nabi yang berperang di jalan
Allah. Pada saat akan menaklukkan musuh, waktu maghrib hampir masuk dan Nabi
tersebut belum melaksanakan shalat, padahal waktu ashar hampir habis. Menjadi
dilematis, apakah menaklukkan musuh lebih dulu atau shalat ashar lebih dulu
karena waktu ashar hampir habis. Maka Sang Nabi berkata kepada matahari, “Wahai
matahari, engkau hanyalah makhluk yang menjalankan perintah Allah dan aku juga
seorang makhluk yang menjalankan perintah Allah. Dan Nabi tersebut berdoa, “Ya
Allah, tahanlah matahari dari tempatnya”. Benar saja matahari itu berhenti,
tidak jadi terbenam, akhirnya Sang Nabi bisa menaklukkan musuh-musuhnya lalu
setelah itu bisa shalat ashar. Allahu akbar.
Bisa diambil kesimpulan bahwa
malaikat dan alam semesta adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah yang selalu taat
dan tunduk kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Malaikat-malaikat yang Allah
ciptakan bermacam-macam tugasnya. Ada yang tugasnya mencabut nyawa, mencatat
amal, menyampaikan wahyu, membawa rahmat, bahkan ada yang tugasnya hanya
bersujud kepada Allah dari sejak diciptakan hingga hari akhir. Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
Dalam hadits
riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik mengisahkan bahwa ketika
Nabi sedang khutbah Jum’at, khutbah Nabi tiba-tiba diputus oleh seorang
laki-laki yang masuk masjid dan berkata, “Ya Rasulallah, mintakanlah hujan
kepada Allah karena daerah kami kekeringan. Maka Nabi mengangkat tangan sampai
terlihat ketiaknya dan berdoa Allahumma aghitsna sebanyak tiga kali. Kata Anas, “Sebelumnya kami
tidak melihat awan tebal maupun yang tipis. Awan-awan juga tidak ada di antara
tempat kami. Akan tetapi, tiba-tiba dari bukit tampaklah awan bagaikan perisai.
Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan mulai menyebar dan hujan
turun pun dengan derasnya”. Hujan berlangsung selama seminggu sampai datang
Jum’at berikutnya. Maka laki-laki yang meminta hujan itu datang lagi dan
memohon kepada Rasulullah untuk berdoa agar hujan itu tidak tepat di kampungnya,
melainkan di sekeliling kampungnya.
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan
sebuah hadits shahih yang mengisahkan bahwa ada seorang Bani Israil yang
mendapatkan keistimewaan dari Allah berupa hujan yang turun dari langit dan
hujan tersebut khusus menghujani kebun-kebunnya, maka ada seseorang yang
bertanya tentang karomah tersebut, amalan apa sehingga hujan hanya turun di
sekitar kebun dan ladangnya. Lalu orang shaleh dari bani Israil mengatakan
bahwa setiap hasil panen dari kebunnya, sepertiga untuk menafkahi diri dan
keluarganya, sepertiga lagi untuk sedekah, dan sepertiga sisanya ditanam lagi
untuk benih.
Begitu mulianya amalan sedekah, sampai-sampai Allah memerintahkan hujan yang khusus untuk menyirami kebun-kebunnya. Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa makhluk Allah yang bernama hujan, yakni air yang turun dari langit hanyalah menjalankan perintah Allah semata. Jika Allah berkehendak Allah akan turunkan hujan, sebaliknya jika Allah tidak berkehendak hujan tak akan turun. Bahkan hujan akan taat jika Allah memerintahkan hanya menghujani tempat tertentu sementara tempat lain tidak terkena hujan. Subhanallah.
Begitu mulianya amalan sedekah, sampai-sampai Allah memerintahkan hujan yang khusus untuk menyirami kebun-kebunnya. Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa makhluk Allah yang bernama hujan, yakni air yang turun dari langit hanyalah menjalankan perintah Allah semata. Jika Allah berkehendak Allah akan turunkan hujan, sebaliknya jika Allah tidak berkehendak hujan tak akan turun. Bahkan hujan akan taat jika Allah memerintahkan hanya menghujani tempat tertentu sementara tempat lain tidak terkena hujan. Subhanallah.
Oleh karena itulah, jika kita
menemui hujan dan angin rebut kita dilarang untuk mencelanya, karena hujan,
angin, dan makhluk-makhluk di alam ini hanyalah menjalankan perintah Allah.
Sehingga Rasulullah bersabda, “Jika kalian melihat angin kencang, jangan
sekali-kali mencela angin tersebut, karena angin membawa rahmat ataupun azab
(dari Allah). Akan tetapi, mintalah kepada Allah kebaikan dari angin itu, dan
mohonlah perlindungan dari bencana angin itu (HR. Imam Ahmad dan dinilai shahih
oleh Syaikh Ahmad Syakir).
Hatta, tikus-tikus dan hama-hama
yang menyerang sawah para petani juga atas perintah Allah. Boleh jadi, Allah
ingatkan kepada para petani dengan serangan tikus yang banyak karena belum
mengeluarkan zakatnya dari hasil panen. Semua hewan, tumbuhan, batu, air, dan
segala yang ada di alam raya ini adalah makhluk Allah yang senantiasa taat dan
tunduk kepada perintah Allah. Lalu bagaimana dengan kita manusia, makhluk Allah
yang sudah dikarunia akal, hati, dan panca indra? Mari kita jalankan perintah
Allah sekuat tenaga dan menjauhi semua larangannya tanpa tawar-menawar. Allahu
Akbar.
Terakhir, biasakan diri kita
melakukan kebaikan sekecil apapun, jadikan akhlak dan amal-amal kebaikan
menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Imam Ibnu Katsir pernah mengatakan,
“Seseorang akan mati dalam keadaan yang sesuai dengan kebiasaan yang
dilakukannya”. Oleh karena itu, jadikan kebiasan hidup sehari-hari kita bernilai
ibadah, jangan sekali-kali gunakan waktu luang, kecuali untuk hal-hal yang
bermanfaat dan bernilai ibadah.
Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan
ke-6)
Ayat kelima salaamun hiya
hatta matla’il fajr yang artinya: Salam (kedamaian) atas malam itu
(lailatul qadr) sampai terbitnya fajar.
Kata “salam” pada ayat kelima ini
mengandung tiga makna yang berkaitan dengan malam lailatul qadr.
Pertama, salam di ayat ini
maksudnya adalah kebaikan dan keberkahan. Pada malam lailatul qadr;
isinya hanyalah kebaikan, keberkahan, kedamaian, dan kesejahteraan. Tidak ada
keburukan di dalamnya, karena pada malam itu sumber keburukan sudah dibelenggu
oleh Allah. Hal ini dijelaskan oleh Imam Qatadah dalam Tafsir Ath-Thabari.
Nabi pernah bersabda bahwa di
malam pertama bulan Ramadhan setan-setan dan jin-jin kafir dibelenggu. Dan
setiap malam akan ada hamba-hamba Allah yang dibebaskan dari neraka. Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Hakim, dinilai shahih oleh Imam Hakim
dan Syaikh Al-Albani.
Kedua, salam artinya adalah
keselamatan. Seperti yang terdapat dalam surat Al-Anbiya’ ayat 69 yang bunyinya kulnaa ya
naaru kuunii bardan wa salaaman ‘alaa ibraahiim. Artinya: Kami
berfirman, “Wahai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim”. Sehingga apabila dikaitkan dengan ayat kelima surat Al-Qadr, maknanya
menurut Ustadz Abdullah Zaen bahwa orang-orang yang menghidupkan malam lailatul
qadr dengan ibadah dan berbagai macam kebaikan, akan selamat dari api neraka.
Dalam Shahihain dijelaskan
bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang bangun (untuk beribadah) pada
malam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”. Semoga kita termasuk orang-orang
yang dimudahkan dalam menghidupkan malam lailatul qadr. Amiin.
Ketiga, salam adalah ucapan salam
seperti lazimnya kita mengucapkan (mendoakan) salam kepada sesama muslim, yakni
ucapan Assalamua’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Maksudnya, pada malam
lailatul qadr para malaikat akan mengucapkan salam (doa dan pujian) kepada
hamba-hamba Allah yang menghidupkannya. Ini berarti bahwa salam yang akan
didapatkan kaum muslimin yang beribadah di malam lailatul qadr tak terhitung
banyaknya. Karena pada malam ini malaikat yang turun ke bumi lebih banyak
banyak dari seluruh butiran pasir yang ada di muka bumi.
Jika kita pergi ke sebuah pantai,
adakah yang sanggup menghitung jumlah butiran pasir di dalamnya? Berapa
banyaknya? Tentu tak terhitung. Belum lagi dengan pantai-pantai yang lain.
Apatah lagi seluruh pasir yang ada di muka bumi. Nah, para malaikat yang turun
ke muka bumi pada malam lailatul qadr jumlahnya lebih banyak dari pasir yang
ada di bumi. Innallaha ‘ala kulli syaiin qadiir. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. Takbir. Allahu akbar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar