Sudah maklum bahwa kencing bayi laki-laki
yang belum makan makanan atau masih ASI ekslusif adalah najis ringan
yang jika terkena pada pakaian cukup dibasahi dengan air, tanpa perlu
mencucinya.
Lalu, bagaimana dengan kurma yang biasa
ditahnikkan pada bayi yang baru lahir? Atau madu yang diberikan untuk
mengobatinya jika sakit?
Berikut ini fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus hafidzohulloh, seorang ulama sunnah dari al-Jaza’ir.
***
Oleh : Syaikh Abu Abdil Mu’iz Muhammad Ali Farkus -hafidzohulloh-
Pertanyaan :
Dalam hadits Ummu Qois bintu Mihshon rodhiyallohu anha:
أَنها
أَتتْ بِابْنٍ لها صغيرٍ، لمْ يأْكلِ الطّعامَ إِلى رَسولِ اللّهِ -صلى
الله عليه وسلم- ، فأَجلسهُ رَسولُ اللّهِ -صلى الله عليه وآله وسلم- فى
حجرِهِ ، فَبالَ على ثَوْبهِ ، فدعا بماءٍ فنضحهُ وَلمْ يغسله
Bahwa ia datang dengan anak laki-lakinya yang masih kecil yang belum makan makanan kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Lalu Rosululloh shollallohu alaihi wa aalihi wa sallam
mendudukkan anak itu di pangkuannya, kemudian anak itu ngompol di baju
beliau. Beliau pun meminta air lalu memercikinya dan tidak mencucinya [1].Apa makna “لم يأكل الطعام” (belum makan makanan)? Dan apakah kurma yang digunakan untuk mentahniknya termasuk “makanan” tersebut? Dan juga madu yang digunakan untuk pengobatan?
Jawaban:
الحمد
لله ربِّ العالمين، والصلاة والسلام على من أرسله الله رحمة للعالمين،
وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين وسلم تسليما، أمّا بعد:
Yang dimaksud dengan “makanan” di sini adalah yang selain ASI yang
engkau susui, kurma yang engkau tahnik kepadanya, dan madu yang ia
disuapi untuk pengobatan dan yang selainnya, karena kurma dan madu tidak
untuk mengenyangkan, sebab ‘illah(alasan) dalam tahnik adalah tabarruk dengan air liur Nabi shollallohu ‘alaihi wa aalihi wa sallam dari satu sisi dan ‘illah
pengobatan dengan madu dari sisi yang lain, sehingga tidak ada
kekeyangan bagi bayi tersebut selain ASI. Dan sebagian ahlul ilmi
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “لم يأكل الطعام”
(belum makan makanan) adalah belum bisa memasukkan makanan ke mulutnya
sendiri, dan ada pendapat yang lainnya. Dan yang benar adalah pendapat
yang pertama.
والعلم
عند الله تعالى، وآخر دعوانا أن الحمد لله ربِّ العالمين، وصلى الله على
محمد وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين وسلم تسليما كثيرا.
Al-Jaza’ir 23 Shofar 1427 H // 23 Maret 2006 M
________________
Catatan kaki:
[1] HR. al-Bukhori dalam
al-Wudhu’ (223), Muslim dalam ath-Thoharoh (691), Abu Dawud dalam
ath-Thoharoh (374), at-Tirmidzi dalam ath-Thoharoh (71), an-Nasa’i dalam
ath-Thoharoh (304), Ibnu Majah dalam ath-Thoharoh dan Sunannya (566),
Malik dalam al-Muwaththo’ (141), Ahmad (27756), al-Humaidi dalam
musnadnya (365), al-Baihaqi (4319), dari hadits Ummu Qois bintu Mihshon rodhiyallohu anha.
***
Diposting ulang dari tholib.wordpress.com dengan sedikit revisi, diterjemahkan dari : ferkous.com.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar