Semoga bisa menambah faidah tentang pentingnya ASI dan keutamaannya sebagai salah satu
“Imunisasi Nabawi“…
***
Alloh ‘azza wa jalla berfirman :
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ
“Alloh mewasiatkan kepada kalian tentang anak-anak kalian” [QS. an-Nisa' : 11]Di antara tanggung jawab pertama orang tua ketika si buah hati lahir adalah memberinya nafkah yang mencukupi kebutuhannya, mulai dari pakaian sampai makanan. Dan al-Hamdulillah, di antara tanda kesempurnaan ciptaan Alloh ta’ala adalah diciptakannya ASI bagi para wanita (bahkan hewan mamalia betina) yang telah melahirkan sebagai makanan bagi anaknya. Dan menurut penelitian para Dokter sekarang ini bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, bahkan bagi bayi yang lahir premature.
Dan Kolostrum (ASI yang keluar di awal-awal setelah melahirkan, berwarna kekuning-kuningan) menurut beberapa literatur merupakan “imunisasi alami” bagi bayi atau sebagai obat yang mengandung zat kekebalan yang sangat berguna bagi bayi, karena dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi dan alergi.
Dan juga terdapat dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah tentang ASI dan menyusui ini, sebagiannya akan kami bawakan berikut ini.
***
PERINTAH BAGI PARA IBU UNTUK MENYUSUI ANAKNYAAlloh ‘azza wa jalla berfirman :
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ
يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا
تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى
الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا
وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ
تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ
مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]Lafadz ayat : [وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنّ...َ], bentuknya adalah khobar (pengabaran) tapi bermakna perintah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arob (8/125), as-Sa’di dalam tafsirnya (hal. 103), dll.
Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (1/633) : “Ini merupakan petunjuk dari Alloh ta’ala kepada para ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan penyusuan yang sempurna yaitu 2 tahun, maka tidak dianggap sebagai ‘menyusu’ jika lebih dari itu. Oleh karena itu Alloh berfirman : [لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ] “yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan“, dan kebanyakan para imam berpendapat bahwa persusuan tidaklah menjadikan mahrom kecuali jika usia yang disusui masih di bawah 2 tahun, sehingga jika seorang anak menyusu sedangkan umurnya sudah lebih dari 2 tahun maka hal itu tidak menjadikannya mahrom.” –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-
***
PEMBERIAN ASI SECARA SEMPURNA SAMPAI DISAPIH MERUPAKAN JASA KEDUA ORANG TUAAlloh ta’ala berfirman :
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua
orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, danmenyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.“ [QS Luqman : 14]
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا
وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى
إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى
وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي
ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun
ia berdoa: “Wahai Robb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku
dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”.” [QS al-Ahqof : 15]Faidah :
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (7/280): “Dan ‘Ali rodhiyallohu anhu telah berdalil dengan ayat ini bersama ayat dalam surat Luqman :
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
“…dan menyapihnya dalam dua tahun…” [QS luqman : 14]Dan juga firman Alloh :
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” [QS al-Baqoroh : 233]Bahwa lama kehamilan minimal adalah 6 bulan, dan ini adalah istimbath yang kuat dan shohih. Dan ‘Utsman dan sekelompok shohabat menyepakati pendapatnya tersebut, radhiyallohu anhum. –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-
Dan al-Hafidz Ibnu Katsir juga membawakan tafsir ayat ini dari Ibnu ‘Abbasrodhiyallohu anhuma dari riwayat Ibnu Abi Hatim. Beliau berkata (7/280): Berkata Ibnu Abi Hatim:
Haddatsana Ayahku (Abu Hatim, pent), Haddatsana Farwah bin Abil Maghro’, haddatsana Ali bin Mishar, dari Dawud bin Abi hind, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Jika seorang wanita melahirkan pada usia kehamilan 9 bulan, maka cukup bagi anaknya menyusu selama 21 bulan. Jika ia melahirkan pada usia kehamilan 7 bulan, maka cukup bagi anaknya menyusu selama 23 bulan. Dan jika ia melahirkan pada usia kehamilan 6 bulan, maka 2 tahun penuh. Karena Alloh ta’alaberfirman :
وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا
“Dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” [QS. Al-Ahqof : 15] –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-
***
DIBOLEHKANNYA MENCARI IBU SUSUAN UNTUK MEMBERIKAN ASI KEPADA BAYI
وَإِنْ
أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]
أَسْكِنُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ
لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا
عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ
فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ
تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
“Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah dicerai) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,
kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.“[QS ath-Tholaq : 6]Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir (8/153) :
أي:
وإن اختلف الرجل والمرأة، فطلبت المرأة أجرة الرضاع كثيرًا ولم يجبها
الرجل إلى ذلك، أو بذل الرجل قليلا ولم توافقه عليه، فليسترضع له غيرها فلو
رضيت الأم بما استؤجرت عليه الأجنبية فهي أحق بولدها.
“Yakni : jika seorang laki-laki berselisih dengan seorang wanita
(istri yang dicerai yang sudah melahirkan bayi, pent), lalu wanita itu
meminta upah penyusuan yang banyak dan laki-laki itu tidak setuju dengan
itu, atau laki-laki tersebut cuma mau mengeluarkan sedikit upah dan
wanita tersebut tidak setuju dengannya, maka hendaknya laki-laki
tersebut mencari wanita lain yang mau menyusui bayinya selain wanita
tadi. Seandainya ibu bayi tersebut telah ridho (untuk menyusui anaknya)
dengan besar upah yang diberikan kepada wanita lain itu, maka ia lebih
berhak terhadap anaknya.”Dan di sini tidak disebut ataupun disindir sama sekali tentang susu-susu lain selain ASI jika ibu bayi tersebut tidak bisa menyusuinya, akan tetapi yang disebutkan adalah ASI dari ibu susu sebagai pengganti ASI ibu bayi tersebut. Ini menandakan ASI adalah makanan terbaik bagi bayi.
Dan ayat-ayat di atas juga merupakan dalil tentang bolehnya ibu susu mengambil upah atas persusuannya.
***
KISAH NABI MUSA
وَحَرَّمْنَا
عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى
أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ فَرَدَدْنَاهُ
إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ
وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu;
maka berkatalah saudara perempuan Musa: “Maukah kamu aku tunjukkan
kepadamu keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat
berlaku baik kepadanya?” Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya,
supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui
bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.“[QS al-Qoshosh : 12-13]
***
FAIDAH DARI KISAH WANITA AL-GHOMIDIYYAHDalam kisah wanita al-Ghomidiyyah yang mengaku berzina dan minta dirajam terdapat faidah tentang pentingnya menyusui bagi anak. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menunda hukuman rajamnya sampai ia melahirkan dan menyapih anaknya. Kami nukilkan kisahnya secara ringkas dari hadits Buroidah rodhiyallohu anhu:
فَجَاءَتْ
الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ
فَطَهِّرْنِي وَإِنَّهُ رَدَّهَا فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ لِمَ تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ
مَاعِزًا فَوَاللَّهِ إِنِّي لَحُبْلَى قَالَ إِمَّا لَا فَاذْهَبِي
حَتَّى تَلِدِي فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ
قَالَتْ هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ قَالَ اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى
تَفْطِمِيهِ فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ
كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ هَذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ
وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ فَدُفِعَ الصَّبِيُّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ
الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا
وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا
“Lalu datang seorang wanita al-Ghomidiyyah, ia berkata : “wahai
Rosululloh, aku telah berzina, maka sucikanlah aku!” Dan Rosululloh
menolaknya. Ketika keesokan harinya, wanita itu berkata : “Wahai
Rosululloh, mengapa engkau menolakku? Mungkin engkau menolakku
sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz, maka demi Alloh aku ini hamil!”
Rosululloh berkata : “Tidak, pergilah sampai engkau melahirkan.” Ketika
ia sudah melahirkan, ia mendatangi Rosululloh dengan membawa bayinya
pada sebuah kain, ia berkata : “Ini aku sudah melahirkan.” Rosululloh
berkata : “Pergilah dan susuilah ia sampai engkau menyapihnya!”
Ketika ia telah menyapihnya, ia mendatangi Rosululloh dengan bayinya
yang membawa remukan roti di tangannya, maka ia berkata : “Ini wahai
Nabi Alloh, aku sudah menyapihnya dan ia sudah makan makanan.” Maka anak
itu diserahkan kepada seseorang dari kaum muslimin, kemudian beliau
memerintahkan untuk merajamnya, maka digalikan untuknya lubang sedalam
dadanya lalu beliau memerintahkan orang-orang, kemudian mereka
merajamnya.”[HR. Muslim no. 1695, Abu Dawud no. 4442, Ahmad no. 22999, Ibnu Abi Syaibah no. 28809, dll dari jalan Abdulloh bin Buroidah, dari Buroidah]
Dalam riwayat lain Rosululloh berkata :
إِذًا
لَا نَرْجُمُهَا وَنَدَعُ وَلَدَهَا صَغِيرًا لَيْسَ لَهُ مَنْ يُرْضِعُهُ
فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ إِلَيَّ رَضَاعُهُ يَا نَبِيَّ
اللَّهِ قَالَ فَرَجَمَهَا
“Kalau begitu kita tidak bisa merajamnya sedangkan kita biarkan anaknya yang masih kecil tanpa ada yang menyusuinya.”
Lalu bangkit seorang dari Anshor, ia berkata : “aku yang akan
menanggung persusuannya wahai Nabi Alloh.” Buroidah berkata : lalu
wanita itu dirajam.[HR. Muslim no. 1695 dari jalan Sulaiman bin Buroidah, dari Buroidah]
Al-Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (11/202) : “Dan Ketahuilah! Bahwa madzhab asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan yang masyhur dari madzhab Malik : bahwa seorang wanita boleh tidak dirajam sampai didapatkan orang lain yang menyusui bayinya, dan jika tidak didapatkan maka wanita itu sendiri yang menyusuinya sampai disapih, baru kemudian dirajam.”
Seandainya menyusui bayi dengan ASI adalah perkara yang sepele atau tidak penting bagi bayi tersebut, tentu Rosulullohshollallohu alaihi wa sallam tidak akan menunda hukum rajam tersebut.
***
PERSUSUAN MENJADIKAN MAHROMDalam hadits ‘Aisyah :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عِنْدَهَا
وَأَنَّهَا سَمِعَتْ صَوْتَ رَجُلٍ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ
قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فِي
بَيْتِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرَاهُ
فُلَانًا لِعَمِّ حَفْصَةَ مِنْ الرَّضَاعَةِ قَالَتْ عَائِشَةُ لَوْ كَانَ
فُلَانٌ حَيًّا لِعَمِّهَا مِنْ الرَّضَاعَةِ دَخَلَ عَلَيَّ فَقَالَ
نَعَمْ الرَّضَاعَةُ تُحَرِّمُ مَا تُحَرِّمُ الْوِلَادَةُ
Ketika Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berada di
rumahnya, ia (Aisyah) mendengar suara laki-laki minta izin (untuk masuk)
di rumah Hafshoh. Aisyah berkata : lalu aku katakan : “wahai
Rosululloh, laki-laki ini minta izin di rumahmu” Nabi shollallohu alaihi wa sallam
berkata : “aku melihat ia adalah si Fulan, paman susunya Hafshoh”
Aisyah berkata : “seandainya si Fulan masih hidup (paman susunya Aisyah)
ia boleh masuk menemuiku?” Rosululloh berkata : “ya, persusuan
menjadikan mahrom sebagaimana seseorang menjadi mahrom karena sebab
kelahiran.”[HR. al-Bukhori no. 2503, 2938 & 4811, Muslim no. 1444, dll]
***
ASI MENUMBUHKAN TULANG DAN DAGINGIbnu Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata :
لارضاع إلا ما شد العظم وأنبت اللحم
“Tidaklah dikatakan persusuan kecuali apa-apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging.”[HR. Abu Dawud no. 2059, dishohihkan al-Albani (yakni secara mauquf dengan syawahid-nya pada riwayat Ahmad, ad-Daruquthni dan al-Baihaqi)]
***
ASALNYA WANITA ADALAH DI RUMAHAllah berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Tetaplah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian, dan janganlah
kalian berhias sebagaimana orang-orang jahiliyyah dahulu berhias” [QS.
al-Ahzab : 33]Salah satu hikmah dari perintah ini adalah agar mereka dapat menyusui anak-anaknya dengan sempurna. Berbeda dengan para wanita karir yang sibuk bekerja di luar rumah, sehingga kebanyakan anak-anak mereka menyusu dengan susu formula.
Dari Ibnu Umar rodhiyallohu anhuma, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallambersabda :
كُلُّكُمْ
رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ
رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ
وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا
وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ
سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah! Setiap dari kalian adalah orang yang diberi amanah, maka
setiap kalian akan ditanya tentang amanahnya. Seorang amir (pemimpin
suatu negri, pent) yang memimpin manusia adalah orang yang diberi
amanah, dan ia akan ditanya tentang mereka. Dan seorang laki-laki adalah
orang yang diberi amanah terhadap keluarganya, dan ia akan ditanya
tentang mereka. Dan seorang wanita adalah orang yang diberi amanah terhadap rumah dan anak suaminya, dan ia akan ditanya tentang mereka.
Dan seorang budak adalah orang yang diberi amanah terhadap harta
majikannya, dan ia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah! Setiap dari
kalian adalah orang yang diberi amanah, maka setiap kalian akan ditanya
tentang amanahnya.” [HR. al-Bukhori no. 2416, Muslim no. 1829, dll]Kata [رَاعٍ] dalam hadits di atas biasanya diterjemahkan “pemimpin”, akan tetapi kami terjemahkan dengan “orang yang diberi amanah” karena arti [رَاعٍ] dalam hadits ini adalah [حافِظٌ مُؤْتَمَنٌ] / “penjaga yang diberi amanah“, sebagaimana dijelaskan dalam an-Nihayah fi Ghoribil Atsar (2/581) dan Lisanul Arob (14/325).
***
IBROHIM PUN MENYEMPURNAKAN PERSUSUANNYA DI SURGAIbrohim di sini adalah anak Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam dari Mariyyah al-Qibthiyyah yang meninggal ketika masih bayi.
Dari al-Barro’ rodhiyallohu anhu:
لَمَّا مَاتَ إِبْرَاهِيم قَالَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ لَهُ مُرْضِعًا فِي الْجَنَّة
Ketika Ibrohim meninggal, Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda : “Ia memiliki ibu susu di surga.”[HR. al-Bukhori no. 1316, 3082 & 5842, dll]
Dalam lafadz lainnya Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ لَهُ مُرْضِعًا يُتِمُّ رَضَاعَهُ فِيْ الْجَنَّةِ
“Ia memiliki ibu susu yang menyempurnakan persusuannya di surga.”[HR. Ahmad no. 18647 & 18727]
Ibnu Hajar dalam al-Fath (10/579) berkata :
لِأَنَّهُ
لَمَّا مَاتَ كَانَ اِبْن سِتَّة عَشَرَ شَهْرًا أَوْ ثَمَانِيَة عَشَرَ
شَهْرًا عَلَى اِخْتِلَاف الرِّوَايَتَيْنِ ، وَقِيلَ إِنَّمَا عَاشَ
سَبْعِينَ يَوْمًا
“…karena ia (Ibrohim) ketika meninggal adalah pada usia 16 bulan atau
18 bulan dengan adanya khilaf antara dua riwayat, dan dikatakan bahwa
ia hanya hidup selama 70 hari.”Akan tetapi, kami belum menemukan pendapat para ‘ulama tentang masalah apakah menyempurnakan persusuan di surga ini khusus bagi Ibrohim saja ataukah juga berlaku bagi bayi-bayi lainnya yang meninggal sebelum disapih? Wallohu A’lam.
***
RUKHSHOH BAGI IBU YANG MENYUSUI UNTUK MENINGGALKAN PUASATerdapat rukhshoh (keringanan) dalam syari’at bagi para ibu yang sedang menyusui untuk meninggalkan puasa Romadhon dengan membayar fidyah sebagai gantinya (dan masalah mengganti puasa ini ada khilaf dan bukan sekarang waktu untuk membahasnya). Hal ini disebabkan adanya masyaqqoh (kesulitan) untuk menyusui sambil berpuasa, dimana ibu menyusui butuh untuk minum dan makan yang mencukupi agar dirinya tetap kuat menyusui dan juga agar produksi ASI tetap lancar. Hal ini juga menunjukkan pentingnya menyusui anak dengan ASI. Karena seandainya tidak penting, bisa saja syari’at menentukan ibu menyusui tetap wajib berpuasa dan bayinya diberi minum dari susu-susu lain seperti susu sapi, dll. Sebagaimana dalam sebuah Mandhumah (syair):
الدين جاء لسعادة البشر **** ولانتفاء الشر عنهم والضرر
Ad-Diin datang untuk kemashlahatan manusia………. Dan untuk menolak keburukan dan madhorot dari mereka
Dari Anas bin Malik al-Ka’bi rodhiyallohu anhu, ia berkata :
أَغَارَتْ
عَلَيْنَا خَيْلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَوَجَدْتُهُ يَتَغَدَّى فَقَالَ ادْنُ فَكُلْ فَقُلْتُ إِنِّي صَائِمٌ
فَقَالَ ادْنُ أُحَدِّثْكَ عَنْ الصَّوْمِ أَوْ الصِّيَامِ إِنَّ اللَّهَ
تَعَالَى وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ
الْحَامِلِ أَوْ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوْ الصِّيَامَ وَاللَّهِ لَقَدْ
قَالَهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِلْتَيْهِمَا
أَوْ إِحْدَاهُمَا فَيَا لَهْفَ نَفْسِي أَنْ لَا أَكُونَ طَعِمْتُ مِنْ
طَعَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kuda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam lari kepada kami, lalu aku datangi Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam,
aku mendapatinya sedang makan pagi, beliau berkata : “Mendekat dan
makanlah!” Aku katakan : “aku sedang puasa”, lalu beliau berkata :
“mendekatlah, aku akan mengabarkan kepadamu tentang puasa, sesungguhnya
Alloh ta’ala telah menggugurkan puasa dan setengah sholat bagi musafir, dan juga puasa bagi wanita hamil atau menyusui.”
(Anas berkata) Demi Alloh! beliau telah mengucapkan keduanya atau salah
satunya, aduhai sesalnya diriku tidak makan makanannya Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam.[HR. at-Tirmidzi no. 715, Abu Dawud no. 2408, an-Nasa'i no. 2276, dll. Dishohihkan al-Albani dalam Shohih Abi Dawud no. 2107]
***
MENYUSUI SETELAH ANAK BERUSIA LEBIH DARI 2 TAHUNMenyusui yang sempurna adalah sampai anak berusia 2 tahun sebagaimana dalam al-Baqoroh ayat 233, atau 30 bulan sejak masa kehamilan sebagaimana dalam al-Ahqof ayat 15, dan inilah yang utama.
Al-Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya meriwayatkan perkataan seorang tabi’in:
حدثنا بن مهدي وأبو أسامة عن سفيان عن الأعمش عن إبراهيم أن علقمة مر بامرأة وهي ترضع صبيا لها بعد الحولين فقال لا ترضعيه بعد ذلك
Haddatsana Ibnu Mahdi dan Abu Usamah, dari Sufyan, dari
al-A’masy, dari Ibrohim, bahwa Alqomah berjalan melewati seorang wanita
yang sedang menyusui bayinya setelah 2 tahun, maka ia berkata: “Jangan kamu susui ia setelah itu”. [Mushonnaf Ibni Abi Syaibah no. 17060]Alqomah di sini adalah Alqomah bin Qois an-Nakho’i, salah seorang murid senior Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu anhu.
Perkataan beliau ini bukanlah pengharaman tapi merupakan nasihat agar tidak menyusui lebih dari 2 tahun, karena itu yang lebih utama.
Adapun jika menyusui lebih dari itu maka boleh karena tidak ada dalil yang melarang, sebagaimana dalam difatwakan oleh syaikh Muqbil dalam kitab Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah lil Imam al-Wadi’iy rohimahullohu ta’ala halaman 238, berikut ini terjemahannya:
Pertanyaan :
Bolehkah bagi wanita menyusui anaknya setelah lebih dari 2 tahun?
Jawaban :
Aku tidak mengetahui larangan dalam hal ini. Adapun firman Alloh ta’ala :
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” [QS. Al-Baqoroh :
233]Maka ini kebanyakannya (orang-orang dalam menyapih bayinya, pent) dan inilah yang utama. Akan tetapi jika seorang bayi tersebut tidak mau berhenti dan ingin menambah dalam menyusu satu bulan, dua bulan atau tiga bulan, maka aku tidak mengetahui adanya larangan.
Wallohul musta’an. -Selesai nukilan fatwa-
***
sumber : http://ummushofi.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar